Mega-Berita.com SEKADAU - Dugaan diskriminasi terhadap hak-hak wartawan atau jurnalis dalam melakukan tugas peliputan kembali terjadi. Kali ini, praktik arogansi tersebut ditunjukkan oleh oknum pegawai BKKBN Provinsi Kalbar dan panitia sosialisasi stunting di Kabupaten Sekadau, pada Jumat (22/07/2022).
Kejadian ini bermula saat dua orang wartawan lokal di Sekadau hendak melakukan peliputan sosialisasi pencegahan penyakit stunting di yang digelar oleh BKKBN Provinsi Kalimantan Barat di Gedung Pertemuan Kabupaten Sekadau.
Acara tersebut dihadiri oleh Anggota DPR RI, H Alifudin, Wakil Bupati Sekadau, Subandrio dan Plt Kepala BKKBN Provinsi Kalimantan Barat, Muslimat.
Di tengah acara sedang berlangsung, kedua wartawan ini kemudian diinformasikan oleh oknum panitia kegiatan, kalau acara ini "khusus" hanya bisa diliput oleh wartawan dari media-media massa pilihan BKKBN Kalbar saja, bukan wartawan-wartawan yang ada di Sekadau.
Mendapati informasi tersebut, awak media yang telah hadir di Gedung Pertemuan Kabupaten Sekadau pun mencoba berkoordinasi dengan salah satu pihak panitia penyelenggara yang diketahui bernama Ikhsani Kurniawan, dan benar saja, ia mengatakan bahwa ini adalah acara provinsi dan hanya mengundang media massa dari provinsi.
"Kami mengundang media setara dengan provinsi, nah nanti mereka yang mengutus biro yang ada di sekadau untuk meliput," ujar Ikhsani sekaligus menyebut nama beberapa media dan channel TV yang mereka undang untuk meliput.
Tak selaras dengan ucapanya, pada acara tersebut bahkan tidak ada satupun media yang datang terkecuali dua orang wartawan yang mereka anggap pewarta lokal dari sekadau tadi.
Media yang hadir dari provinsi hanyalah tim peliput internal dari BKKBN, bukan wartawan.
Menanggapi hal itu, Koordinator FW & LSM Kalbar Indonesia Kabupaten Sekadau, Supriadi sangat menyesalkan, bahwa masih adanya sikap arogansi serta diskriminasi terhadap wartawan yang dilakukan oleh oknum pejabat selevel provinsi.
"Dari statement (panitia) jelas mereka telah meremehkan fungsi wartawan lokal, padahal wartawan lokal merupakan ujung tombak aspirasi masyarakat pelosok di Sekadau, sehingga pemerintah dapat mengetahui sejauh mana perkembangan segala sektor pembangunan sebuah daerah," kata Supriadi saat dimintai tanggapannya.
"Lucu saja. Di zaman keterbukaan seperti sekarang, ternyata masih ada pejabat dan instansi yang masih diskriminasi terhadap wartawan," cecarnya.
Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal FW & LSM Kalbar Indonesia, Wawan Daly Suwandi menilai bahwa praktik-praktik diskriminasi dengan cara-cara arogansi yang ditunjukkan atau sebagainya terhadap kinerja pers merupakan "warisan" yang tidak perlu dipertahankan.
"Seharusnya kegiatan-kegiatan yang menggunakan anggaran publik wajib diketahui oleh publik. Begitulah rata-rata kalau program dikemas hanya sebagai acara 'seremonial' belaka," sindirnya.
Sementara itu, Penasehat Hukum Forum Wartawan & LSM Kalbar Indonesia , Sujanto beranggapan, kalau dilihat dari spanduk yang terpasang dalam ruangan dinyatakan "sosialisasi program", memang seharusnya acara itu terbuka bagi publik, termasuk wartawan yang ingin meliput. Lain cerita jika kegiatan itu dinyatakan sebagai kegiatan khusus, seperti rapat terbatas, pertemuan tertutup dan sebagainya.
"Lucu jadinya, padahal tidak sedikit program pemerintah yang sukses karena ekspos oleh media. Walaupun pastinya setiap program pemerintah yang dilaksanakan itu menggunakan anggaran yang bukan sedikit serta bersumber dari pajak yang dibayar oleh rakyat," katanya.
"Miris jadinya melihat kenyataan-kenyataan seperti itu, sehingga menimbulkan pertanyaan, apakah program sosialisasi itu terselubung atau apa? Sehingga melarang wartawan untuk melakukan peliputan?" tandas Sujanto.
(Red/Tim)