Sebab, Welbertus mengaku prihatin jika peraturan tersebut benar-benar diberlakukan, terutama di Kabupaten Sintang yang memiliki banyak tenaga honorer.
“Tenaga honorer ini juga memiliki keluarga yang harus tetap dihidupi. Selain itu, tenaga honorer dinilai cukup penting karena tidak semua pekerjaan bisa dikerjakan oleh ASN atau PNS,” kata Welbertus, kemarin.
Di lapangan, kata Welbertus, tidak semuanya bisa ditangani sendiri oleh PNS atau ASN, misalnya pemungut pajak atau retribusi di lapangan, petugas satpol PP, petugas Damkar juga semuanya pasti Non ASN.
“Tentunya kita berharap tetap bisa diakomodir dengan bentuk atau nama apapun," tuturnya.
Selain itu, Welbertus berharap kepada pemerintah pusat selaku pemangku kebijakan, agar bisa mempertimbangkan keputusan menghilangkan Non ASN.
Pihaknya juga berharap agar Pemerintah Kabupaten Sintang tetap bisa memberikan peluang kerja kepada Non ASN, misalnya dengan meningkatkan status Non ASN menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), namun tetap disesuaikan dengan persyaratan yang berlaku.
"Harapan besar kami memohon kepada Pemerintah Pusat untuk bisa memberikan kesempatan kepada Non ASN yang sudah puluhan tahun bekerja supaya tidak memberatkan keluarganya dan tidak menambah daftar pengangguran panjang yang ada di Kabupaten Sintang," harapnya.
Welbertus juga meminta Pemkab Sintang sendiri bisa menyeleksi Non ASN yang memang masih layak untuk bekerja sehingga tidak semua Non ASN diberhentikan.
Selain itu, Welbertus juga mengingatkan pemerintah agar memberikan solusi, apabila penghapusan tenaga honorer atau Non ASN ini benar terjadi.
“Setidaknya kita siapkan peluang lapangan kerja bagi yang tereliminasi. Kondisi ini dapat kita pastikan membkudaknya angka pengangguran di kabupaten ini,” pungkasnya.