Mega-Berita.com – Lagi-lagi masalah pupuk mahal. Kali ini dikeluhkan warga perbatasan Sintang-Malaysia, baik itu petani di Kecamatan Ketungau Hulu maupun Kecamatan Ketungau Tengah. Warga perbatasan sendiri ada yang menjadi petani lada. Ada juga yang menjadi petani sawit mandiri.
Kondisi mahalnya harga pupuk ini membuat masyarakat semakin
menjerit. Sudah lah dihadapkan pada turunnya harga komoditi kelapa sawit. Kini
ditambah lagi masalah harga pupuk yang meroket.
“Petani sawit dan lada di perbatasan mengeluhkan tingginya
harga pupuk non subsidi. Kondisi ini membuat daya beli pupuk sangat rendah. Pupuk
di perbatasan mahal contoh pupuk jenis NPK subsidi. Kalau di Sintang Rp 100
ribu. Di perbatasan Rp 200 ribu. Yang jadi masalah lagi, pupuk subsidi tak
pernah nongol di perbatasan. Ini yang jadi tanda tanya masyarakat, pupuk non
subsidi mahal sementara pupuk subsidi hilang ditelan bumi,” kata Wakil Ketua II
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Heri Jambri.
Heri Jambri kemudian mengungkapkan jenis pupuk yang bisa
dikatakan tersedia di perbatasan, namun harganya diluar kendali dan sangat
mahal. Bahkan banyak petani memilih tidak memupuk komoditinya karena mahalnya
harga pupuk tersebut.
“Yang perlu diketahui, yang tersedia sekarang justru pupuk
merk Ponska yang harganya mahal. Untuk harganya mencapai Rp 300 ribu untuk
kemasan 50 kilogram. Itu jenis pupuk paling murah di sana. Sekarang pasarannya
mencapai Rp 400 - Rp 500 ribu. Ini harga terbaru ya saat saya turun ke
perbatasan. Saya turun ke perbatasan belum lama ini dalam rangka reses untuk
menyerap aspirasi masyarakat,” katanya.
Kata politisi yang saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan
Pimpinan Cabang (DPC) Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Kabupaten Sintang ini,
tingginya harga pupuk tidak sebanding dengan pendapatan masyarakat. Karena saat
harga produksi mengalami kenaikan, harga pupuk juga naik berlipat-lipat. Harga
pupuk juga ndak pernah turun.
“Ini menjadi bukti kalau kontrol pemerintah terkait harga
pupuk sangat minim. Beda dengan kondisi di Malaysia. Saya tahu karena bolak
balik ke Malaysia. Di sana, harga pupuk, harga sembako, dintervensi pemerintah.
Jika ada yang melanggar dikenakan sanksi. Bahkan izinnya dicabut. Sementara di
Indonesia tidak ada kontrol seperti itu,” sebutnya.