Mega-Berita.com – Anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Nekodimus menyoroti Hak Guna Usaha (HGU) PT Buaha Hijau Abadi (PT BHA 2) yang merupakan Hartono Plantation Indonesia (HPI) Group. Perusahaan tersebut berinvestasi di Kecamatan Ketungau Tengah dan Ketungau Hilir.
Menurut Nekodimus, permasalahan soal Hak Guna Usaha (HGU) PT
BHA 2 karena melebihi luasan Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT) yang dilakukan
pihak perusahaan. Ia kemudian merinci jumlah HGU HTI ini melebihi GRTT kurang
lebih 400-an hektar.
“Jumlah ini merupakan hasil temuan kita saat rapat kerja
beberapa waktu lalu. Karena belum ada kesimpulan terkait masalah tersebut, nantinya
Komisi D DPRD Sintang akan mempertanyaknnya dalam rapat kerja. Masalah ini
pasti akan kita pertanyakan. Jangan sampai ada lagi perusahaan yang melakukan
HGU melebihi GRTT. Sebab, akibat HGU melebihi GRTT, banyak kawasan pemukiman maupun
perkebunan masyarakat yang tidak diserahkan ke perusahaan namun masuk kawasan
HGU,” jelasnya.
Niko kemudian menjelaskan dampak apabila pemukiman masuk HGU
perusahaan perkebunan. Kalau pemukiman atau kebun masuk HGU, masyarakat tidak
bisa membuat sertifikat. Kondisi ini banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Yang
lebih gilanya lagi HGU yang didalamnya termasuk pemukiman atau kebun masyarakat
yang tidak diserahkan ke perusahaan, sudah diagunkan ke bank. Apa dampaknya?
HGU yang melebihi GRTT menjadi beban petani plasma, mereka yang membayarnya.
“Maka tak heran petani plasma tidak mendapat hasil yang
maksimal. Karena tidak semua HGU ditanam sawit, padahal sudah dijadikan jadi
agunan kredit. Oleh karena itu, saya meminta agar pemukiman atau kebun
masyarakat dikeluarkan dari HGU. Karena memang, idealnya hal itu tidak boleh
masuk HGU. Karena saat proses HGU diajukan, dasarnya harus berdasarkan GRTT.
Makanya, apabila HGU melebihi GRTT, pasti akan jadi tanda tanya,” katanya.