Mega-Berita.com –Anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Nekodimus mengatakan bahwa dirinya menerima banyak sekali keluhan dari petani sawit mandiri mengenai harga CPO turun setelah kebijakan larangan ekspor diberlakukan.
Ia mengatakan, yang dikeluhkan
petani sawit mandiri bukan harga TBS turun. Tetapi juga banyaknya TBS petani
yang tidak dibeli pabrik. Contohnya, perusahaan perkebunan kelapa sawit PT
Cahaya Unggul Prima (PT CUP) di daerah Ketungau tidak lagi membeli TBS petani
sejak pemerintah menetapkan larangan eksor CPO belum lama ini.
Kebijakan itu, kata Nekodimus, sekarang
ini dampaknya luar biasa bagi petani. Saat ini petani sawit betul-betul sangat menderita.
Bagaimana tidak, di Sintang, TBS per kilogram di tingkat petani harga belinya
bervariasi. Ada yang Rp 2 ribuan. Ada juga yang Rp 2.300.
Makanya, ketika ada pabrik yang
sama sekali tidak membeli TBS petani mandiri hal ini tentu jadi persoalan.
Kalau pabrik tidak mau beli TBS lagi, gimana penghidupan petani sekarang? Mau
makan apa. Petani juga tidak bisa panen karena tidak ada pembeli. Petani yang
berada di sekitar wilayah PT CUP tidak bisa menjual TBS satu bulan ini.
Niko mengatakan bahwa petani
meminta semua pabrik tutup jika masih saja tidak membeli TBS mereka. Petani dalam
beberapa hari ini telepon dirinya. Petani bilang, kalau sampai dalam waktu
seminggu kedepan TBS petani tidak juga dibeli, semua pabrik diminta tutup. Petani
juga mempertanyakan ke pemerintah baik itu Bupati Sintang maupun Gubernur
Kalbar, terkait sanksi ke perusahaan yang menolak membeli TBS petani.
“Seharusnya perusahaan patuh pada
harga sawit sudah ditetapkan pemerintah. Jika melanggar seharusnya ada
sanksinya. Supaya pabrik tidak semena-mena. Ketika perlu buah, mereka minta ke
petani. Saat kondisi susah, tidak mau menolang petani,” ujarnya.