Mega-Berita.com PAYAKUMBUH - Kejadian menghambat atau menghalangi pelaksanaan terhadap profesi wartawan bahkan hingga tindakan kekerasan terhadap jurnalis masih menjadi ancaman serius terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Selain dihalangi - halangi hingga ditolak, wartawan juga tidak jarang menghadapi Pelecehan profesi hingga kekerasan fisik.
Kasus pelecehan terhadap jurnalis yang disertai dengan kekerasan yang menimpa wartawati NKRIPOST, Tuti Novianti dan Alfira Oktaviani di Payakumbuh pada 21/2/2022, menjadi salah satu kasus kekerasan yang menunjukkan bahwa kebebasan pers di Indonesia masih jauh dari harapan.
Kejadian pelecehan hingga kekerasan terhadap Tuti dan Alfira bermula Pada hari Senin 21 Februari Kedua wartawati media NKRIPOST mendatangi bank BPR Syariah Haji Miskin Cabang Payakumbuh.
Bermaksud untuk mengantarkan surat permohonan konfirmasi dan mengklarifikasi tentang beberapa pertanyaan terkait persoalan BPKB Mobil milik Wartawati Alfira yang digadaikan oleh pasangan suami istri Nuranitul Karlina & Rian Bastito Lubis pada BPR Syariah Haji Miskin yang diduga tanpa di tidak di tandatangani Alfira Oktaviani sebagai pemilik kendaraan.
Hal tersebut diketahui berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Polres Payakumbuah dengan nomor SP2HP/383.a/2021/Reskrim tertanggal 04 Oktober 2021.
Dikisahkan Alfira, bersamaan Ia bersama rekannya Tuti Handayani tiba di BPR Syariah Haji Miskin, pasangan suami istri Nuranitul Karlina & Rian Bastito Lubis bersama orangtuanya juga tiba di BPR Syariah Haji Miskin Payakumbuh, Senin (21/2/2021).
"Sesampai kami di Kantor BPR Syariah Haji Miskin, selang waktu 30 menit tiba-tiba pasangan suami istri tersebut dan dengan orang tua bernama Gusnadiar datang ke bank."Ujar Alfira.
Selanjutnya kedua wartawan Nkripost tersebut selanjutnya berniat menyerahkan surat konfirmasi dan Klarifikasi media Nkripost yang di tujukan kepada Pimpinan BPR Syariah Haji Miskin. Namun sungguh diluar dugaan, Salah satu karyawati BPR Syariah Haji Miskin melempar surat tersebut ke lantai
"Adapun pihak bank menolak untuk kehadiran Tuti Novianti sebagai wartawati, lalu memperlihatkan bahwa membawa surat klarifikasi namun pihak bank yang bernama Eka menolak kehadiran dan tidak mau menerima surat tersebut dan dilemparkan ke hadapan saya." Ujarnya
"Bahkan Gusnadiar melakukan tindakan kekerasan terhadap Tuti Novianti, dengan alasan tidak boleh ikut campur terkait hal ini." tambahnya.
Usai mendapatkan dugaan dilecehkan sebagai wartawan hingga penganiayaan tersebut, kemudian kedua wartawati selanjutnya mendatangi Polres Payakumbuh untuk membuatkan Laporan Polisi.
"Setelah kami di intimidasi dan di lecehkan Seperti itu, kemudian kami langsung membuat laporan ke kepolisian Polres Payakumbuh, tetapi pihak polres menolak untuk membuat laporan dengan alasan , LP bisa dibuatkan setelah penyidik turun dan menggelar perkara ke Kapolres."Jelas Alfira meniru yang di sampaikan Penyidik Polres Payakumbuh.
Sebagaimana Diketahui pasal 18 UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers: Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
Terakhir atas inisiatif Pihak polres Kota Payakumbuh Briptu Ilham Syah akhirnya membuatkan pengaduan terkait peristiwa pelecehan dan penghinaan terhadap Profesi wartawan yang di tujukan Kepada Kapolres Payakumbuh."Tutupnya.
Diketahui, Polisi tidak bisa menolak laporan atau pengaduan. Kalau terjadi, maka itu Pelanggaran Kode Etik dan Polisi yang bersangkutan dapat dilaporkan ke Propam
Hal tersebut merujuk kepada Pasal 15 huruf a dan f Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, mengatur:
Setiap Anggota Polri dilarang:
Huruf a: "Menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau laporan dan pengaduan dari masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya."
Huruf f: "Mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan."
Selain itu juga merujuk pada hak pelaporan pidana atas tindak pidana yang dialami sebagaimana di Pasal 108 ayat 1 KUHAP.
"Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis."
Publish : Cecep
Editor : Ivan